You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Susukan

Desa Susukan

Kec. Wanayasa, Kab. Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

PEMERINTAH DESA SUSUKAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA JAWA TENGAH 53457

LEGENDA DESA "BABAT TANAH SUSUKAN'

Admin Pusat 22 Februari 2024 Dibaca 1.074 Kali
LEGENDA DESA

BABAT TANAH SUSUKAN

 

Desa Susukan merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah  Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara sejak tahun 1760 didirikan oleh  Ki Ageng Bramasari atau yang di kenal dengan Nama Syeikh Abdurrokhim, konon beliau masih  merupakan kerabat Kasunanan Mataram, merupakan sisa pejuang dalam perang jawa antara tahun 1741 - 1743 yang dimenangkan oleh pemerintah Kolonial Belanda (Persekutuan Dagang Hindia Timur) salah satu prajurit Kasultanan Mataram yang berhasil lolos dalam sergapan Belanda adalah Syeikh Abdulrrohim atau dikenal Ki Ageng Bramasari.

Melihat Sejarah Perkembangan Kabupaten Banjarnegara dan Kadipaten Wirasaba tidak lepas pastinya dengan perkembangan wilayah sekitar Banjarnegara Khususnya pada wilayah Utara Banjarnegara. Pada Babat cerita Kabupaten Banjarnegara dimulainya Sepeninggal R. Banyakwide Kabupaten Banjar Petambakan diperintah oleh R. Ngabei Mangunyudo I yang kemudian dikenal dengan julukan Hadipati Mangunyudo Sedo Loji (Benteng), karena beliau gugur di loji saat perang melawan Belanda di Kartosuro. Kebenciannya terhadap Belanda ditunjukkan sewaktu ada geger perang Pracino (pecinan) yaitu pemberontakan oleh bangsa Tionghoa kepada VOC saat Mataram dipimpin Paku Buwono II. R. Ngabehi Mangunyudo I sebagai Bupati manca minta ijin untuk menghancurkan Loji VOC di Kartasura. Paku Buwono II mengijinkanya dengan satu permintaan agar R. Ng. Mangunyudo tidak membunuh pasangan suami istri orang belanda yang berada di loji paling atas.

Akhirnya perang sengitpun terjadi antara pajurit Mangunyudo I dengan pasukan VOC (tahun 1743). Melihat prajuritnya banyak yang tewas, Adipati Mangunyudo I sangat marah, seluruh penghuni loji dibunuhnya, bahkan beliau lupa pesan Sri Susuhunan Pakubuwono II. Melihat masih ada orang Belanda yang masih hidup di bagian paling atas Loji, R. Mangunyudo I mengejarnya dan berusaha membunuh pasangan suami istri orang Belanda, yang sebenarnya adalah Pakubuwono II dan Permaisuri yang sedang menyamar. Merasa terancam jiwanya, Pakubuwono II akhirnya membunuh Adipati Mangunyudo I yang sedang kalap di Loji VOC tersebut. Sebab itulah kemudian Adipati Mangunyudo I dikenal dengan sebutan Adipati Mangunyudo Sedo Loji.

Setelah Adipati Mangunyudo I wafat, disebutkan bahwa pengganti Bupati Banjar Petambakan adalah puteranya yang bergelar R. Ngabei Mangunyudo II, yang dikenal dengan R. Ngabei Mangunyudo Sedo Mukti. Di era kepemimpinannya, Kabupaten dipindahkan ke sebelah Barat Sungai Merawu dengan nama Kabupaten Banjar Watu Lembu (Banjar Selo Lembu). R. Ngabei Mangunyudo II merupakan Bupati Banjar Watu Lembu Pertama, yang kemudian digantikan oleh puteranya, bergelar Kyai R. Ngabei Mangunyudo III yang kemudian berganti nama menjadi Kyai R. Ngabei Mangunbroto, Bupati Anom Banjar Selolembu. Masih dari sumber yang sama, R. Ngabei Mangunbroto wafat karena bunuh diri. Penggantinya adalah R.T. Mangunsubroto yang memerintah Kabupaten Banjar Watulembu sampai tahun 1931. Karena Kabupaten Banjar Watulembu sangat antipati terhadap Belanda, maka setelah perang Diponegoro dimana kemenangan dipihak Belanda, Kabupaten Banjar Watulembu diturunkan statusnya menjadi Distrik dengan dua penguasa yaitu R. Ngabei Mangunsubroto dan R. Ng. Ranudirejo.

Berdasarkan sumber “Register Sarasilah Keturunan R. Ngabei Banyakwide dan Register Catatan Legenda Riwayat Kanjeng Sunan Giri Wasiyat, Kyai Panembahan Giri Pit, Nyai Ageng Sekati”. Dalam sumber tersebut disebutkan bahwa yang menggantikan Mangunyudo I adalah R. Ngabehi Kenthol Kertoyudo yang kemudian bergelar R. Ngabei Mangunyudo II. Dalam perang Diponegoro lebih dikenal dengan R. Tumenggung Kertonegoro III atau Mangunyudo Mukti. Pada masa pemerintahannya, Kabupaten dipindahkan ke sebelah Barat Sungai Merawu dan kemudian dinamakan Kabupaten “Banjar Watulembu”. Sikap Adipati Mangunyudo II yang sangat anti terhadap Belanda dan bahkan turut memperkuat pasukan Diponegoro dalam perang melawan Belanda (dimana perang tersebut berakhir dengan kemenangan di pihak Belanda), berakibat R. Ngabei Mangunyudo II dipecat sebagai Bupati Banjar Watulembu, dan pada saat itu pula  status Kabupaten Banjar Watulembu diturunkan menjadi Distrik dengan dua penguasa yaitu R. Ngabei Mangun Broto dan R. Ngabei Ranudirejo. Terlepas sumber mana yang benar, para pemimpin/ Bupati Banjar mulai Mangunyudo I sampai yang terakhir Mangunsubroto atau Mangunyudo II, semuanya anti penjajah Belanda.

Karena selama perang Diponegoro dapat mengatasi pasukan Pangeran Diponegoro yang dibantu oleh pasukan dari Kabupaten Banjarwatulembu dan dianggap berjasa kepada Kerajaan Mataram (pada waktu itu terdapat ikatan perjanjian dengan Belanda), Raden Tumenggung Dipoyudho IV yang pernah menjabat Ngabei di Purbolinggo dan kemudian diangkat menjadi Tumenggung Ayah selama 25 tahun, oleh Belanda diusulkan kepada Sri Susuhunan Paku Buwana VII untuk ditetapkan menjadi Bupati Banjar (Banjar Watulembu). Setelah mendapat ijin, maka berdasarkan Resolutie Governeur General Buitenzorg tanggal 22 Agustus 1831 Nomor I, maka Raden Tumenggung Dipoyudho IV resmi menjabat Bupati Banjar Watulembu

Singkat cerita Ki Ageng Bramasari yang merupakan bagian dari rombongan mengasingkan diri ke bagian jawa di wilayah barat karena terjadi perpecahan pecahnya Mataram menjadi Kesunanan Surakarta dan Kesunanan Yogyakarta dan sekaligus kurang setuju dengan Perjanjian antara Kolonial Belanda dengan  Pakubuwono II dengan mengasingkan diri mendirikan sebuah perkumpulan penduduk kecil yang di beri nama “Kedawung”  yang letaknya tidak jauh dari Desa Susukan saat sekarang kurang lebih 1,5 Km sebelah Utara dari Desa Susukan Sekarang  yang berbatasan langsung dengan Desa Wanayasa, masyarakat “Kedawung” senantiasa hidup rukun berdampingan dengan mengedepankan gotong royong. Namun seiring dengan perjalanan waktu kehidupan penduduk desa “kedawung” tidak lagi aman dan nyaman seiring dengan masa perang Jawa yang semakin bertambah di Setiap Wilayah, yang mengakibatkan masyarakat sering kekurangan makan dan kelaparan,wabah penyakit, pencurian merajalela.

Ki Ageng Bramasari sebagai merasa prihatin di tengah penduduk “Kedawung”, karena dikenal memiliki kemampuan spiritual yang berbeda dengan manusia biasa setelah melakukan Tapa Sumedi, perihal hasil sumedi/nyepi bahwa Penduduk Desa Kedawung  harus pindah untuk menghindari paceklik, wabah , kelaparan dan bahaya akibat perang lainnya. Sampai sekarang bekas peninggalan petilasan makam - makam tua ada di daerah kedawung masih bisa dilihat yang di mungkinkan merupakan Makam para leluhur yang ada di susukan

 Melanjutkan kisah tentang kepindahan penduduk saat itu juga seluruh penduduk Desa Kedawung mengikuti saran dari Ki Ageng Bramasari untuk pindah tempat, yang dimungkin tersebar menjadi 3(tiga) bagian dusun berpencar ke sebalah barat, timur dan selatan dari desa kedawung. Desa yang ke arah timur adalah membentuk kelompok masyarakat yang kita kenal sekarang dengan Dusun Legoklangkir dengan tokoh terkenalnya yaitu Ki Ageng Langkir daerah pemukimanya ada di bantaran sungai panaraban, bekas peninggalan dan makam makam tua sampai sekarang masih terjaga. Sedangkan yang kearah barat kita kenal dengan penduduk simpar yang di pimpin oleh tokoh terkenal yaitu Syeh Bojong sedangkan penduduk yang kearah selatan dari kedawung kita kenal dengan penduduk Dusun susukan bersama Ki Ageng Bramasari. Seiring dengan perjalanan waktu Ki Ageng Bramasari memimpin Dusun tersebut masyarakat hidup rukun, aman, tentram dan nyaman, terbebas dari paceklik dan mara bahaya lainnya. Dengan perjalanan waktu berkembanglah dusun susukan dengan bertambahnya jumlah penduduk, namun keadaan desa berpindah tempat kembali. Dusun susukan yang berada di sebelah selatan bergeser ke kearah utara (terlihat makam – makam tua di daerah selatan dusun susukan saat ini). Dan dusun legoklangkir berpindah dari sebelumnya berada di bantaran sungai penaraban juga berpindah mendekat ke posisi dusun susukan saat ini. oleh Ki Ageng Bramasari Penduduk Dusun Susukan di bagi menjadi 3 Dusun yaitu Dusun Legoklangkir yang letak Dusun ada pada sepanjang sungai Penaraban yang di sesepuhi oleh Ki ageng Langkir, dusun Simpar yang di Sesepuhi oleh Syeikh Bajong, dan dusun susukan sendiri yang di pimpin oleh Ki Ageng Bramasari sendiri. sepeninggal Ki ageng Bramasari melepaskan kepemimpinannya maka di gantikan oleh Demang Kaliunjar dan seterusnya yang Masa Kepemimpinan desa susukan sejak tahun 1800an di ceritakan merupakan kepemimpinan secara garis turun temurun, sejak Ki Demang Kalilunjar sampai terakhir pada masa Pemerintahan Bapak Ahmad Sutanto.

Desa Susukan juga pernah menjadi salah satu desa pelopor Pembangunan di wilayah Kecamatan Wanayasa pada saat di pimpin oleh beliau Bapak Partosuwito yang di bantu oleh Kyai Abu Nangim dan Partosukarso dari susukan, Mbah Abdurrohman dari simpar dan mbah Darjo dari legoklangkir, masa kepemimpinan susukan setelah Partisuwito yang juga Ayah dari Beliau Bapak H Sugito Kepala Desa Susukan Periode 1985 – 2002 dan  kakek dari Ahmad Sutanto Kepala Desa Saat ini. Pada masa kepemimpinan beliau masyarakat secara bergotong royong mampu membangun terowongan Saluran untuk Irigasi sepanjang 67 m dengan tinggi terowongan 3 m, lebar terowongan 2 m pada tahun 1964, serta mampu membangun Jalan makadam sepanjang 2.000 m x 2 m yang terletak di Dusun Legoklangkir. Pembengunan Terowongan dan jalan tersebut menjadi  perhatian masyarakat Desa di sekitarnya serta para pejabat di Kecamatan, Kabupaten, dan Propinsi pada saat itu, sehingga Gubernur Jawa Tengah ( Suwaji ) pun menyempatkan diri meninjau pembengunan Jalan dan Terowongan sebagai rasa kagum dan memberikan penghargaan yang setingi – tingginya kepada Masyarakat Desa Susukan  umumnya dan khususnya Masyarakat dusun Legoklangkir. Di era pembangunan pada saat itu juga menjadi desa percontohan, karena kultur dan budaya desa yang masih sangat kental

Demikian sekilas gambaran sejarah singkat Desa susukan, mudah – mudahan dapat menjadi bahan referensi Pembangunan di masa mendatang dan sebagai penutup dari cerita sejarah bahwa semua tokoh pendiri Desa susukan Makammya masih terjaga dan berada di Desa Susukan.

Selanjutnya gambaran tentang sejarah Kepemimpinan Desa Susukan dalam masa ke masa dapat digambarkan sebagai berikut:

 

TAHUN

PEMIMPIN (KEPALA DESA)

KETERANGAN

 1760 - 1802

Ki Ageng Bramasari

 

1803 - 1824

Demang Kaliunjar

 

1825  - 1860

Ki ageng JASIA ( Mbah Gedong )

 

 1861 - 1898

Radjiman

 

 1899 - 1939

Wartareja

 

1940 - 1985

Partosuwito

 

1985 - 2002

Sugito

 

2002 - 2012

Umi Zubaidah

 

2012 - 2018

Ahmad Sutanto

 

2019 - Sekarang

Hasim Abdullah

 

 

APBDes 2023 Pelaksanaan

Pendapatan
Rp2,316,617,406 Rp2,323,030,000
99.72%
Belanja
Rp2,231,069,482 Rp2,376,123,782
93.9%
Pembiayaan
Rp53,093,782 Rp53,093,782
100%

APBDes 2023 Pendapatan

Hasil Usaha Desa
Rp8,700,000 Rp14,520,000
59.92%
Dana Desa
Rp1,178,722,000 Rp1,178,722,000
100%
Bagi Hasil Pajak Dan Retribusi
Rp22,832,000 Rp22,832,000
100%
Alokasi Dana Desa
Rp428,096,000 Rp428,096,000
100%
Bantuan Keuangan Provinsi
Rp225,000,000 Rp225,000,000
100%
Bantuan Keuangan Kabupaten/kota
Rp450,000,000 Rp450,000,000
100%
Bunga Bank
Rp3,267,406 Rp3,860,000
84.65%

APBDes 2023 Pembelanjaan

Bidang Penyelenggaran Pemerintahan Desa
Rp529,467,682 Rp556,461,482
95.15%
Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa
Rp1,440,495,800 Rp1,444,917,800
99.69%
Bidang Pembinaan Kemasyarakatan
Rp12,634,000 Rp22,410,000
56.38%
Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Rp129,672,000 Rp230,375,500
56.29%
Bidang Penanggulangan Bencana, Darurat Dan Mendesak Desa
Rp118,800,000 Rp121,959,000
97.41%